Heritage: Stasiun Semarang Poncol dan Perannya di Masa Perang Dunia II
JAKARTA -- PT KAI dan pihak Kepolisian pada Minggu (15/10) dan Senin (16/10) menangkap tersangka pencurian barang bawaan penumpang KA Tawang Jaya Premium relasi Stasiun Semarang Poncol ke Stasiun Pasar Senen, Jakarta.
Berkat kesigapan PT KAI dan Kepolisian, tersangka pencuri berhasil ditangkap sehari setelah penumpang melaporkan barang bawaanya yang telah hilang dicuri.
Dari laporan penumpang tersebut KAI kemudian mengecek CCTV sehingga ditemukan titik terang kasus pencurian itu. Selanjutnya petugas melakukan koordinasi dengan pihak Kepolisian guna proses penyelidikan lebih lanjut
Di luar kasus kriminal itu, mungkin banyak train lovers yang belum mengenal riwayat Stasiun Semarang Poncol.
Membicarakan riwayat Stasiun Semarang Poncol tak bisa dilepaskan dari predikat Semarang sebagai kota yang menjadi basis utama perkembangan perkeretaapian swasta sejak 1867.
Ada tiga perusahaan angkutan berbasis rel yang beroperasi di kota tersebut, yaitu Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM), Samarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJS), dan Semarang Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS). Tiap perusahaan tersebut memiliki stasiun besar sendiri di Semarang yang jalurnya tidak saling terhubung dengan stasiun milik operator lain.
Salah satu dari stasiun-stasiun besar tersebut adalah Stasiun Semarang Poncol yang dikelola oleh SCS. Stasiun ini resmi beroperasi sejak 6 Agustus 1914 dengan nama “Semarang West,” melengkapi Stasiun Semarang (Tawang) milik NISM dan Stasiun Jurnatan milik SJS yang sudah ada sebelumnya.
Semarang Poncol dibangun SCS sebagai stasiun akhir kereta api dari arah Cirebon Prujakan, menggantikan Stasiun Pendrian yang masih berupa stasiun trem uap. Walau mulai dibuka pada 1914, baru sejak 1921 stasiun paling modern di Semarang itu melayani kereta api bersamaan dengan peresmian kereta api cepat SCS rute Cirebon-Semarang.
Pada masa perang, posisi Stasiun Semarang Poncol semakin strategis. Untuk memudahkan gerakan militer Belanda di Jawa, menjelang Perang Dunia II antara stasiun Poncol dan Tawang dipasang rel. Dengan demikian hubungan kereta api Batavia-Surabaya melalui pesisir utara Jawa dapat terwujud.
Ketika terjadi peristiwa pertempuran lima hari (15-19 Oktober 1945) antara pemuda kereta api dan laskar-laskar Indonesia melawan status quo Jepang di Semarang, seluruh kota terancam jatuh ke tangan tentara Jepang. Untuk menghindari alat-alat perkeretaapian kembali dikuasai musuh, awak stasiun Semarang Poncol sigap mengungsikan lokomotif-lokomotif di depo ke Stasiun Kedungjati. (Sumber: Humas PT KAI)